Teaching English for children, teacher should know about what children age; characteristics are, and have knowledge on psychological children development and psychological children learning development, so the teacher can help the children acquiring the language.
Every age of children has different characteristics, each level of age is different, it shows that the methodology of teaching English for children is different from each level.
The children’s characteristics are:
ØThey can talk about what they are doing
ØThey can tell about what they have done andheard
ØThey can plan activities
ØThey can understand direct human interaction
ØThey are not able to understand grammatical roles.
ØThey talk in their mother tongue about what hey understand.
ØThey are comfortable with routines and enjoy repetition.
From the characteristics above teacher should try to find the best methodology and create interesting and varied activities helping children who is different from adult, the characteristics of good English teacher are:
ØCreative (can make interesting and varied activities)
ØBe a good listener/ respectful( give pay attention to the children who talk or speak)
Hasrat memang terbentuk dari rasa kurang (lack), namun hasrat terbentuk dari dua bentuk dorongan dasar yang membuat manusia jadi menginginkan sesuatu, yaitu karnal (carnal) dan libidinal. Karnal adalah hasrat tubuh kepada sesuatu yang sifatnya material, seperti lawan jenis, harta benda, atau makanan, dan segala hal material lainnya. Pembentukan karnal ini sangat bergantung kepada sifat dasar (nature) dari objek karnal itu sendiri (yaitu objek-objek material) yang “bersentuhan” dengan tubuhnya. Misalnya, apabila seseorang terbiasa dengan makanan yang sangat sederhana, maka karnalnya terhadap makanan tidak tumbuh menjadi semakin sophisticated. Namun, sekalinya dia mencicipi makanan yang jauh lebih mewah dan enak daripada yang biasa dia makan, maka karnalnya pun mulai memiliki referensi lebih dan akan mulai meng-upgrade karnal tersebut untuk menciptakan keinginan yang lebih dan rasa kekurangan.
Libido, secara umum, sering dikonotasikan dengan dorongan seksual, padahal di karya-karya terakhirnya Freud pun tidak lagi menggunakan libido dalam pengertian semata hasrat seksual, tetapi lebih kepada energi hidup secara lebih luas. Istilah libidinal di sini tidak digunakan dalam definisi dan konteks psikoanalisis pada umumnya, selain juga untuk membedakan dan menghindar dari pengertian umum istilah libido tersebut. Libidinal adalah hasrat tubuh kepada sesuatu yang sifatnya imaterial, seperti citra, harga diri, kekaguman orang lain, kepandaian, dan segala hal imaterial lainnya. Dalam pembentukannya, libidinal ini lebih terarah kepada dirinya sendiri, kepada dorongan dan kepentingannya akan pemuasan sang ego—yaitu, aspek “otak” dari libidinal. Di sini, imajinasi sangat berperan penting dalam pembentukan libidinal ini, karena kepuasan libidinal sifatnya lebih imaterial, dan dalam pertumbuhannya, libidinal sangat memerlukan kehadiran yang lain sebagai apresiatornya.
Gabungan karnal dan libidinal akan membentuk hasrat, karena ketika dimanifestasikan, dalam hasrat selalu terdapat unsur karnal dan libidinal. Misalnya, hasrat untuk memiliki HP terbaru dan tercanggih (karnal) dapat membuat seseorang merasa percaya diri dan bergengsi di hadapan orang lain (libidinal), hasrat untuk memiliki laptop tipis dan model akhir (karnal) dapat membuat seseorang merasa begitu bangga ketika berjalan menentengnya di hadapan khalayak (libidinal), dan masih banyak lagi yang lainnya.
Dunia pendidikan merupakan ujung tombak dari kemajuan sebuah bangsa. Seiring berkembangnya teknologi dan informasi, dunia pendidikanpun telah mengalami transformasi yang sangat besar. Hal ini tidak lain adalah untuk mengimbangi arus modernisasi itu sendiri.
Salah satu bukti dari perkembangan dunia teknologi adalah dengan berubahnya sistim belajar mengajar. Kalau dulu, tiap kali siswa ingin mencari ilmu, mereka dituntut untuk pergi kesekolah. Namun, dengan berkembangnya teknologi dan informasi, kini mereka tidak lagi harus pergi kesekolah/ kampus. Matode pengajaran inilah yang disebut dengan metode “online learning”. Online learning merupakan system pembelajaran yang memanfaatkan jaringan internet. Metode ini sangat efektif karena:
·Pembelajaran online yang interaktif oleh mahasiswa dengan seluruh dosen pengajar dan dosen praktisi berlangsung intensif.
·Forum diskusi dilakukan secara online dirancang khusus untuk interaksi virtual mahasiswa dengan kelompok kerja dan seluruh dosen.
·Pemberian materi kuliah dan pengumpulan tugas-tugas dilakukan dengan sangat fleksibel melalui akses online oleh setiap mahasiswa.
·Pembahasan case study melalui pertemuan tatap muka dan pelaksanaan ujian dilaksanakan dalam minggu terakhir di setiap akhir periode perkuliahan.
·Seluruh proses belajar-mengajar didukung oleh fasilitas modern berupa Netbook, Integrated Learning Management System dan Digital Library.
Manfaat yang paling utama dari metode ini adalah, mahasiswa dapat berinteraksi dengan dosen tanpa dibatasi waktu dan tempat. Kehadiran dalam tatap muka di ruang kelas tetap dilakukan, tetapi terbatas pada kegiatan yang bersifat pembahasan kasus, diskusi pemantapan pemahaman materi kuliah, dan saat mengikuti ujian.Tentunya hal ini sangat memudahkan siswa dan ataupun dosen karena sangat fleksibel.
Akan tetapi, online learning ada kelemahannya yakni dengan menurunnya interaksi social. Dalam pembelajaran online, pada prakteknya siswa sering merasa terisolasi dan tidak dapat berinteraksi dengan siswa lain. Interaksi sosial pada dasarnya akan selalu menggambarkan karakteristik pendidikan, pelatihan, dan pembelajaran. Dalam hal ini belajar ditandai dengan pertukaran ide-ide, pemikiran-pemikiran, dan perasaan-perasaan diantara manusia, dan akan (yang pasti)menghasilkan cara baru dalam memandang dunia ini atau paling tidak berpengaruh pada cara dalam bertindak (way of thinking and way of life).
Berikut ini adalah beberapa contoh metode dalam online learning, yakni:
Metode, kondisi dan efektifitas (Methods, conditions, and effectiveness)
1. Metode yang diterapkan : menyediakan pebelajar space untuk membangun web agar dapat berbagi dan bertukar informasi dengan pebelajar lain
Efektifitas : hanya pebelajar yang memiliki keterampilan membangun web yang dapat bertukar informasi diantara anggota kelompok kolaboratif. Kondisi : pebelajar perlu mengetahui bagaimana membangun web dengan menggunakan bahasa program HTML atau dengan software seperti Netscape composer.
2. Metode yang diterapkan : menyediakan kelas sebuah FTP (File Transfer Protocol) untuk pertukaran file.
Efektifitas : FTP tidak digunakan oleh pebelajar untuk bertukar file diantara mereka sendiri, tetapi pembelajar juga dapat memanfaatkan sebagai cara mendistribusikan dan mengumpulkan survei kelas/kelompok. Kondisi : partisipan kelas tidak berbagi email client yang sama dan tidak dapat mendownload file-file dari sebuah website.
3. Metode yang diterapkan : menggunakan Internet Relay Chat (IRC) untuk koordinasi, klarifikasi dan mengambil keputusan dalam kelompok.
Efektifitas : pebelajar yang menggunakan IRC dapat berkoordinasi dengan baik. Namun hanya sebagian kecil dari jumlah pebelajar yang menggunakan IRC sedangkan yang lain menggunakan e-mail. Karena jika terlalu banyak pebelajar yang bergabung dalam ruang chat dikhawatirkan komunikasi tidak menjadi efekif dan sulit untuk dikontrol. Kondisi : pebelajar harus memiliki keterampilan kontrol diri dalam menggunakan IRC.
4. Metode yang diterapkan : pebelajar menggunakan e-mail untuk mengumpulkan tugas dan berkoordinasi dalam kelompok kerja.
Efektifitas : e-mail adalah bentuk yang paling populer untuk berinteraksi. Kondisi : jumlah pebelajar dan tugas harus kecil agar dapat mengelola tingkat volume e-mail.
(oleh Nurina. UNDIP dalam majalah psikologi plus volume III No 4/ oktober 2008)
Di kalangan ogang tua kini timbul kecenderungan untuk mengajarkan membaca lebih dini kepada anak mereka. Hal ini dimaksudkan agar kelak ketika anak masuk usia sekolah, mereka dapat dengan mudah mengukuti palajaran. Membaca memang membuat pengetahuasn anak bertambah luas dan meransang daya khayal mereka. Namun tidak jarang hasilnya tidak sesuai dengan harapan. Pertanyaannya adalah apakah mengajarkan membaca sejak dini pada anak dapat memberikan keuntungan atau justru merugikan?
Belajar membaca merupakan kegiatan yang majemuk. Mula mula seseorang harus mengerti huruf atau symbol. Setelah itu dia belajar merangkaikan huruf tersebut menjadi kata yang mempunyai arti. Akhirnya dia harus berusaha agar dapat memahami kata tersebut kedalam suatu rangkaian kata yang disebut kalimat secara utuh. Itulah ssebabnya, didalam proses membaca sering dijumpai suatu gejala yang disebut legasthenie. Legasthenie ini timbul karena anak tidak dapat merangkaikan hufur- huruf dengan benar. Dengan kata lain, anak- anak kesulitan untuk merangkaikan huruf dengan benar.Mengajarkan membaca secara dini pada anak dikhawatirkan dapat menimbulkan gejala legasthenie.
Menurut Prof. Kratzemeiner, seorang psikolog dari Jerman mempunyai pendapat yang berbeda. Belajar membaca lebih dini katanya justru menghilangkan bahaya tinbulnya legasthenie. Sebab dalam proses ini anak sudah mempelajari bagaimana cara menganalisa kumpulan huruf- huruf.
Membaca sejatinya adalah kemampuan menangkap apa yang diungapkan dalam tulisan, untuk memahami arti dan menafsirkannya ungkap Prof. Leo Roth dari universitas Bremen, yang memimpin tim untuk menciptakan metode beljajar membaca paling mutakhir. Lepas dari hasil yang dicapai, Prof. Leo mengatakan bahwa belajar membaca erat hubungannya dangan kemampuan mendengarkan dan berbicara. Kedua hal ini adalah keahlian dasar dari proses belajar membaca dan menulis secara keseluruhan. Apabila setiap bunyi dapat dibedakan dengan jelas, barulah bunyi itu dapat digambarkan dengan huruf- huruf. Dengan demikian untuk dapat mengajarkan membaca yang baik pada anak perlu pula dikaitkan atau dikombinasikan dengan latihan mendengarkan dan berbicara.
Belajar membaca lebih dini pada dasarnya tidak menimbulkan bahaya. Akan tetapi, apabila orang tua mengharapkan prestasi sang anak pada masa ini,maka hal ini justru akan membuat anak merasa terbebani dan tertekan. Obsesi orang tua justru akan membuat anak tidak nyaman. Belajar membaca lebih dini perlu diberikan jika sang anak memang menginginkannya. Dengan kata lain, keinginan untuk belajar membace timbul dari dalam diri anak sendiri, bukan karena paksaan bari luar. Cara mengajarkan membaca juga harus menggunakan cara ataupun metode serta media yang tepat. Misalnya, dengan menggunakan huruf- huruf yang terbuat dari balok warna warni. Bisa juga dengan menggunakan lagu. Hal ini penting karena dapat nenarik perhatian anak.